Keberadaan puskesmas di pedalaman Mentawai seperti di desa Madobak, Ugai, dan Butui memang sudah ada untuk membantu kesehatan masyarakat setempat. Tetapi masyarakat suku pedalaman ini enggan untuk berobat ke puskesmas, mereka justru lebih percaya datang ke Sikerei atau dukun. Apa saja peran Sikerei dalam kehidupan suku pedalaman Mentawai? Berikut penelusuran Shelo Soedarjo dari desa Butui, Mentawai.
Siang itu Uma milik Sikerei Aman Lau Lau kedatangan seorang ibu paruh baya dengan menggendong anaknya berusia sekitar 4 tahun, ternyata anak ini menderita panas yang cukup tinggi. Setelah ibu ini berbincang dengan Sikerei, akhirnya Sikerei diikuti oleh saya masuk ke area hutan tepat dibelakang rumah. Beberapa jenis tanaman dipetik dan diparut menggunakan batang berduri layaknya orang memarut kelapa.
Tidak sampai 15 menit Aman Lau Lau mengolah tanaman sebagai obat dan memberikan kepada anak kecil tersebut sambil membaca beberapa mantera.
Sebenarnya menurut Sikerei untuk melakukan pengobatan ini harus ada upacara tertentu, dalam ritual ini Sikerei melakukan turuk atau tarian tradisional Mentawai. Gerakan yang dilakukan dalam tarian ini persis menirukan gerakan hewan seperti monyet, ayam, dan burung. Sikerei sendiri menyakini hentakan kaki dan irama yang membuat suasana gembira akan menghibur orang yang sakit dan akan menarik perhatian roh untuk mendekat di areal upacara.
Sikerei mempunyai banyak pantangan (kei-kei) dalam kehidupan harinya. Berpantang makan pakis, belut, kura-kura, tupai, bilou, simakobu, dan kalabbo’ (anak katak). Apabila makanan tersebut dimakan bisa mendatangkan penyakit bahkan kematian bagi sikerei. Selama melakukan pengobatan sampai setelahnya, sikerei menjalani kei-kei. Antara lain tidak boleh berhubungan suami-istri, bekerja di ladang, dan berternak babi. Istri sikerei juga tidak boleh bekerja keras seperti memotong kayu, membelah kelapa, membelah bambu, pali’ gagra, dan pangisou. Maka untuk menghindari pelanggaran maka biasanya sikerei membawa serta istrinya ke tempat pengobatan atau ritual adat lainnya.
Pulau Siberut terutama di Siberut Selatan menjadi tempat terakhir wisatawan jika ingin melihat kehidupan suku Mentawai yang kini masih bertahan walaupun sudah berbau sedikit modernitas. Di pedalaman Siberut Selatan wisatawan masih dapat menyaksikan punen atau pesta adat, melihat suku asli mengolah sagu atau melihat Sikerei menari mengusir roh dengan dedaunan dan lonceng ditangan.